Jakarta | mediasinarpagigroup.com – Pendidikan dijamin Konstitusi, Bukan Diatur Sesuka Otoritas Organisasi KPORI menyampaikan kritik keras terhadap Menteri Pendidikan Desar dan Menegah, para Gubernur, Bupati, dan Wali Kota di seluruh Indonesia terkait pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026, khususnya di jenjang SMP Negeri dan SMA Negeri. Kebijakan yang memberlakukan dua jalur utama yaitu Jalur Prestasi dan Jalur Zonasi/Domisili, namun keduanya tetap mewajibkan siswa memiliki nilai tertinggi, jelas-jelas mencederai asas keadilan, hak asasi warga negara, dan prinsip negara hukum yang dijamin oleh konstitusi.
Kajian Hukum : Ini Bentuk Kudeta Konstitusi terhadap Hak Pendidikan
Pendidikan adalah hak konstitusional setiap warga negara yang dijamin tegas dalam :
– Pasal 31 Ayat (1) UUD 1945 Asli: “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.”
– Pasal 31 Ayat (2): “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional yang diatur dengan undang-undang.”
Namun, sistem PPDB yang dibangun atas nama Domisili tetapi tetap mengedepankan seleksi nilai adalah bentuk pengkhianatan terhadap semangat konstitusi, karena telah :
- Mengabaikan pemerataan hak pendidikan, khususnya bagi anak-anak dari latar belakang sosial-ekonomi yang tidak mampu bersaing secara nilai.
- Mengelabui publik dengan Domisili palsu: Seolah membuka akses berdasarkan tempat tinggal, tetapi di lapangan tetap menggunakan nilai sebagai saringan utama.
- Mengkudeta makna pengajaran sebagai hak, lalu mengubahnya menjadi hak istimewa berdasarkan nilai semata, bukan jaminan universal.
Aturan tersebut merupakan bentuk praktik oligarkisme sistem pendidikan, karena hanya menguntungkan golongan tertentu yang memiliki akses terhadap bimbingan belajar, fasilitas sekolah elit, dan jaringan kekuasaan lokal.
Analisis Filosofis: Negara Gagal Memanusiakan Manusia
Filsafat pendidikan Ki Hajar Dewantara—yang seharusnya menjadi pedoman nasional—menyatakan bahwa : “Pendidikan adalah tuntunan di dalam hidup tumbuhnya anak-anak.”
Dengan menilai anak-anak semata-mata dari angka-angka nilai atau hasil tes akademik, negara telah :
– Melanggar prinsip memanusiakan manusia.
– Mengerdilkan makna pendidikan sebagai proses pendewasaan budi pekerti, bukan kompetisi administratif.
– Mengubah pendidikan menjadi alat seleksi kasta sosial, bukan alat pembebasan bangsa.
Domisili seharusnya membuka akses yang adil, bukan menjadi tirai untuk menyembunyikan diskriminasi akademik yang dilegalkan. Jika sistem PPDB terus berjalan dengan pola seperti ini, maka Indonesia sedang membangun generasi berdasarkan seleksi teknokratik, bukan berdasarkan asas keadilan sosial.
Tuntutan Resmi KPORI
- Cabut seluruh kebijakan PPDB yang menggunakan nilai dalam jalur zonasi/domisili.
- Pulihkan makna pendidikan sebagai hak konstitusional, bukan sebagai hasil seleksi terselubung.
- Evaluasi total sistem PPDB, kembalikan fungsinya sebagai alat pemerataan, bukan penyaringan elit.
- Lakukan audit hukum terhadap Permendikbud yang menjadi dasar PPDB dan uji kesesuaiannya dengan UUD 1945 Asli.
Pendidikan Bukan Kompetisi, Tapi Hak Hidup. Pendidikan bukan arena kompetisi. Ia adalah jalan kebangsaan. Ketika negara membuat aturan yang justru mempersulit anak-anak bangsa untuk bersekolah di lingkungannya sendiri hanya karena “nilainya kurang tinggi”, maka negara telah gagal menjalankan amanat konstitusi.
Kami menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia, akademisi, guru, dan tokoh bangsa untuk melawan praktik-praktik administratif yang telah menciderai keadilan pendidikan. Mari rebut kembali pendidikan sebagai hak, bukan hadiah bagi yang dinilai “layak”., KPORI – Kumpulan Penghimpun Organ Rakyat Indonesia. (Hotman Saragih)