Jakarta | mediasinarpagigroup.com – Kemajemukan budaya dalam ranah kegamaan merupakan karakteristik khusus dari masyarakat Indonesia. Berbagai budaya, ras, suku dan agama telah menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas masyarakat Indonesia sejak sebelum negara ini berdiri. Indonesia menonjol sebagai salah satu negara yang memiliki keragaman budaya, etnis, dan agama terbessar di dunia.
Walaupun mayoritas penduduk Indonesia menganut agama islam yang sekitar 80% dari total populasi, negara ini tetap menghormati prinsip-prinsip pluralism dalam undang-undang dasar 1945. Hal ini memberikan kebebasan kepada warga negara Indonesia untuk memilih agama mereka sendiri sesuai dengan keyakinan pribadi mereka, mengingat Indonesia adalah negara yang sangat beragam dalam hal ini.
Tetapi dalam persoalaan agama, di Indonesia seringkali terjadi konflik perbedaan yang dianutnya, seperti halnya agama mayoritas tidak menginyakan didirikannya sebuah tempat ibadah agama lain.
Kami memberikan dua contoh intoleransi yang ada salah satunya pembangunan ibadah umat Kristian di samarinda Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) tentang kebebasan beragama juga tidak sesuai dengan undang-undang nomor 39 Tahun 1999 passal 22 ayat (1) yang menyebutkan “Setiap orang bebas memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaan itu”1 . Yang dimana setiap individu warga negara berhak untuk memeluk agama yang diyakininya dan berhak untuk beribadat dengan damai tanpa adanya ancaman dari pihak manapun.
Negara juga berkewajiban melindungi dan menjaga warga negaranya untuk melaksanakan hak individu warga negaranya yaitu beribadat dengan damai dan tenteram.
Berbagai problematika toleransi keagamaan di Indonesia sangatlah miris, pemeluk agama mayoritas adalah yang berkuasa, pemuka agama mayoritas tutup mata ketika umatnya menindas agama minoritas. Berbagai permasalahan seperti izin pendirian rumah ibadah dipersulit, orang ingin datang ke gereja dihalangi bahkan diancam dibunuh.
Berangkat dari hal diatas Presiden RI sebenarnya dapat mengeluarkan Kepres (Keputusan Presiden) tentang Rumah Ibadah disediakan oleh Pemerintah dalam hal ini (Pemerintah Pusat, Pemerintah Provisi dan Pemerintah Kabupaten / Kota) bisa saja dala Kepres tersebut hanya tanah dan izin saja yang disiapkan oleh Negera lalu yang membangun nya yaitu Umat itu sendiri, hal tersebut dikatakan oleh Bismar Ginting,SH.,MH selaku Advokat / Pengacara dan Praktisi media.
Pertanyaan nya mungkinkan Penguasa saat ini atau Penguasa yang akan datang berani menerbitkan Kepres dimaksud ?, padahal bila hal itu di terbitkan oleh Presiden maka dapat menciptakan rasa kebersamaan serta rasa kekeluargaan diantara umat yang satu dengan umat yang lain walapun berbeda keyakinannya, tegas Bismar.(Red)