Jakarta | mediasinarpagigroup.com – Organisasi Kumpulan Penghimpun Organ Rakyat Indonesia (KPORI) menyatakan keprihatinan mendalam atas maraknya penerbitan Surat Keputusan (SK) oleh para kepala daerah—baik gubernur, bupati, maupun wali kota—yang mengatur teknis pelaksanaan Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) di sekolah-sekolah negeri. (28/06/2025).
Langkah tersebut secara nyata melampaui kewenangan konstitusional, dan melanggar prinsip-prinsip hirarki hukum yang menjadi fondasi negara hukum Indonesia. Berdasarkan Pasal 7 UU No. 12 Tahun 2011, SK kepala daerah tidak memiliki posisi normatif untuk mengatur sistem pendidikan yang telah diatur oleh Undang-undang dan Peraturan Menteri.
KPORI menilai:
- SK kepala daerah tidak memiliki legal standing untuk mengatur PPDB.
- Melanggar asas legalitas dan prinsip lex superior derogat legi inferiori.
- Berpotensi menciptakan ketidakpastian hukum dan kesewenang-wenangan.
- Merupakan bentuk intervensi kekuasaan lokal yang bertentangan dengan sistem pendidikan nasional.
Kami (KPORI) menegaskan bahwa pendidikan adalah urusan negara, dan pelaksanaan SPMB harus tetap dalam koridor hukum yang sah. SK kepala daerah bukanlah alat hukum untuk menggantikan peraturan menteri, apalagi menyimpang dari undang-undang.
Peraturan Perundang-Undangan. Dalam struktur hukum nasional, hirarki peraturan dimulai dari:
- Undang-Undang Dasar 1945
- Undang-Undang / Perpu
- Peraturan Pemerintah (PP)
- Peraturan Presiden (Perpres)
- Peraturan Daerah (Perda)
- Di luar struktur tersebut, Surat Keputusan (SK) Kepala Daerah tidak memiliki kedudukan hukum yang sah apabila bertentangan dengan peraturan di atasnya, terlebih jika mengabaikan hak konstitusional warga negara.
- “SK yang dikeluarkan kepala daerah untuk membatasi hak siswa mendaftar sekolah dengan alasan zonasi atau pembatasan kuota, pada dasarnya bertentangan dengan Pasal 31 ayat (1) UUD 1945 yang menyatakan bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran,” jelas Ilham, Ketua Divisi Hukum &Konstitusi, KPORI.
KPORI mendesak:
- Pencabutan seluruh SK SPMB dari kepala daerah yang tidak sah.
- Intervensi hukum dari Kemendikbudristek dan Kemendagri.
- Evaluasi nasional terhadap penyimpangan kewenangan kepala daerah di sektor pendidikan.
INFOGRAFIS PUBLIK
SK Kepala Daerah Terkait SPMB Wajib Dicabut!
📌 Apa Masalahnya?
Bupati, walikota, dan gubernur menerbitkan SK ke sekolah-sekolah untuk mengatur SPMB.
🔻 Tapi…
SK tersebut bertentangan dengan hukum tertinggi di negeri ini!
⚖️ Hirarki Hukum Indonesia (UU No. 12 Tahun 2011)
1️⃣ UUD 1945 (Asli)
2️⃣ UU / Perpu
3️⃣ Peraturan Pemerintah (PP)
4️⃣ Peraturan Presiden (Perpres)
5️⃣ Peraturan Daerah (Perda)
🚫 SK Kepala Daerah? → BUKAN peraturan perundang-undangan
🚨 Kenapa SK SPMB Itu Tidak Sah?
✅ Melanggar Pasal 31 UUD 1945: “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.”
✅ Bertentangan dengan asas hukum:
Lex superior derogat legi inferiori
(Hukum lebih tinggi mengesampingkan hukum lebih rendah)
❗ Dampaknya?
📍 SK Kepala Daerah tentang SPMB
➡️ Cacat hukum
➡️ Gugur demi hukum
➡️ Harus dicabut!
📣 Tuntutan KPORI
🛑 Cabut semua SK SPMB yang diskriminatif!
📚 Tegakkan hak konstitusional rakyat atas pendidikan!
🗣️ Kembalikan kewenangan sekolah untuk menerima siswa secara adil & manusiawi!. (Hotman Saragih).