Senin, September 15, 2025
  • Login
  • Nasional
  • Olahraga
  • Peristiwa
  • Pendidikan
  • Daerah
  • Investigasi
  • Luar Negeri
  • News
No Result
View All Result
  • Nasional
  • Olahraga
  • Peristiwa
  • Pendidikan
  • Daerah
  • Investigasi
  • Luar Negeri
  • News
No Result
View All Result
No Result
View All Result
Home Uncategorized

Siapapun Presiden, Gubernur dan Bupati yang Terpilih, Rakyat Selalu Merindukan Keadilan, Kedamaian dan Kesejahteraan, catatan Widoyo Satmoko (Wartawan SP)

media sinar pagi group by media sinar pagi group
Desember 7, 2024
in Uncategorized
0
Siapapun Presiden, Gubernur dan Bupati yang Terpilih, Rakyat Selalu Merindukan Keadilan, Kedamaian dan Kesejahteraan, catatan Widoyo Satmoko (Wartawan SP)
0
SHARES
48
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Banyumas | mediasinarpagigroup.com – KAUM INTELEKTUAL DAN CENDEKIAWAN DITUNTUT AKTIFITAS DAN KREATIFITASNYA, Perjalanan Bangsa Indonesia kedepan untuk mewujudkan obsesi/program 100 tahun / satu abad pasca kemerdekaan negara Republik Indonesia yakni untuk mencapai cita-cita menuju Indonesia Emas bercahaya tahun 2045 masih panjang, sampai 20 tahun atau 4 periode terjadinya proses demokrasi pemilu (pilpres, pilgub, pilbup) yang telah berlangsung pada akhir tahun 2024 ini.

Menggelindingnya berbagai perubahan pasca era reformasi untuk mewujudkan kebijakan-kebijakan baru yang mendasar ke arah kebaikan, kebenaran, keadilan dan terciptanya kesejahteraan bagi seluruh rakyat negeri ini telah melibatkan berbagai komponen terutama para pemikir.

RELATED POSTS

Rp.2,2 M lebih Dana Desa Thn 2023 sd 2025 Diterima Desa Sangkup Kecamatan Japara Kabupaten Kuningan, Diduga Dikorupsi Kades

NPCI Banyumas Kirimkan 3 Atletnya Ikuti PPJAP

Para pemikir yang sudah bersusah payah, berperan dan berdiri di garis depan membangun reformasi itulah yang relevan disebut kaum intelektual disamping para cendekiawan. Dalam proses perubahan yang berlangsung secara bertahap, konsepsional dan konstitusional inilah merupakan era kebangkitan kaum intelektual dan cendekiawan untuk lebih agresif mengemukakan buah pikiran maupan gagasan-gagasannya yang lebih cemerlang untuk menuju Indonesia baru yang lebih demokratis, lebih mengutamakan kepentingan rakyat demi tercapainya cita-cita kemerdekaan.

Untuk itulah tokoh-tokoh masyarakat sentral yang tergolong sebagai kaum intelektual atau cendekiawan itu dituntut untuk berfikir keras dan demokratis dalam mewujudkan berbagai kebijakan-kebijakan yang dapat memberikan suasana yang lebih damai, aman dan sejahtera bagi negeri yang selalu diterpa berbagai ujian. Sehingga langkah-langkah pembangunan nasional untuk dapat mensejajarkan diri dengan negara-negara yang sudah maju terasa menjadi pincang dan tersendat-sendat.

Siapakah sebenarnya orang yang pantas disebut sebagai intelek? Menurut Edward Shils, kaum intelektual adalah mereka yang memiliki kepedulian sosial sangat tinggi dan tingkat sensivitas yang tinggi pula terhadap dunia yang sakral, bahkan mereka memiliki daya reflektif yang peka terhadap hakekat alam yang mengatur kehidupan ini. Selain dari kalangan minoritas yang tidak pernah jemu untuk mencari jawab terhadap yang kasat mata, keinginan untuk mengeksternalisasikan pikiran yang muncul secara lisan maupun tertulis. Orang intelektual itu tidak pernah merasa puas dengan sesuatu yang telah ada dan tampak saja, kata Edward.

Kaum intelektual dari kalangan akademis maupun non akademis sangat mencintai ilmu, cinta kepada pergulatan kebudayaan. Dalam menolak kemapanan biasanya ia sangat gigih dengan pendiriannya, ia juga memiliki kepercayaan, kearifan, kemampuan dan kreativitas yang tidak dapat dipandang enteng. Yang patut dikagumi, orang intelek itu sangatlah memperhatikan kehidupan masyarakat bawah. Sehingga dengan gigihnya akan terus berjuang. Intelejensinya yang tinggi terus berfikir untuk kepentingan mayoritas kalangan bawah.

Kaum intelektual, menurut Affan Gafflar biasanya menampakan model dan standar berfikir dan bertindak. Pendapat dan petunjuknya senantiasa diikuti, demikian juga gerak dan perkataannya. Mereka tidak hanya menggunakan akal dan pikiran semata, tapi juga dengan insting, hati dan nuraninya.

Ia juga mengikuti eksistensi kekuasaan dan pemegang kekuasaan. Mereka tidak hanya mengisi fungsi otoritas, tapi sekaligus memperlihatkan sikap dan perilaku pengakuan atas otoritas yang ada. Sehingga sangat wajar kalau kaum intelektual berada di posisi paling dekat dengan kekuasaan, menjadi guru, konselor atau mentor bagi sang penguasa. Hal ini dapat terliat sejak zaman klasik hingga masa pasca industrialisasi. Yang patut dicatat, kaum intelektual sangat paham betul untuk menempatkan diri dan tidak tenggelam ditengah lingkaran kekuasaan. Mereka tau betul kapan harus keluar dari lingkaran kekuasaan yang sudah sangat sulit diterima oleh akal dan pikiran sehat mereka.

Sekarang siapa cendekiawan itu? Para pakar telah banyak yang memberikan pengertian maupun batasan-batasan yang berbeda pula. Menurut Webster, cendekiawan adalah golongan orang terdidik yang dapat mengemukakan pikiran dan secara tersusun sebagai lapisan sosial yang memiliki kesadaran. Meski terpisah, tetapi diakui di dalam suatu bangsa dan dianggap dirinya memiliki peran sentral sebagai pelopor intelektual, sosial dan politik.

Berbeda dengan pendapat Reinhard Bendis, seorang profesor sosiologi dan ilmu-ilmu politik pada Universitas of California, Barkley. Menurutnya para cendekiawan itu telah diakui sebagai bagian yang terdidik dari warga masyarakat dan berupaya memiliki secara mandiri dengan pembentukan pendapat umum yang terkadang tersusun sebagai golongan profesional yang diakui eksistensinya serta memiliki harga diri yang tinggi tetapi juga kurang memiliki peran kepemimpinan.

Cendekiawan muslim maupun non muslim yang dikenal masyarakat sebagai orang yang jenius tetapi juga senang untuk mengkritik, menjadi sedemikian dihormati sekaligus juga diwaspadai. Oleh karena itu untuk dapat bersama-sama menciptakan era baru ditengah gaungnya pasca reformasi untuk dapat memberikan nafas ataupun udara segar kepada seluruh lapisan masyarakat yang tengah kehausan, merindukan keadilan, kedamaian dan kesejahteraan murni, sangat diperlukan tenggang rasa yang tinggi antara para cendekiawan itu sendiri dengan berbagai kalangan masyarakat tersendiri.

Kalangan cendekiawan khususnya harus dapat beradaptasi dan berkomunikasi dengan masyarakat secara terbuka dan tidak perlu menganggap dirinya eksklusif. Sebaliknya kalangan masyarakat luas juga harus memiliki semangat demokratisasi sosial, ekonomi, budaya, politik dan lain-lain untuk mau mendengarkan aspirasi pemikiran cendekiawan yang bermanfaat dan bernilai.

Peran dan aktivitas cendekiawan memang tidak pernah sampai pada batas untuk terus menuangkan ide-ide pemikirannya menggali semua potensi intelektualnya untuk bersama-sama membangun bangsa. Berhasilnya pembangunan bangsa itu sangat tergantung dengan peran serta para cendekiawan dan kaum intelektual yang memiliki komitmen tinggi terhadap masa depannya. Apalagi diera teknologi yang telah bekembang begitu pesat.

Menurut para pengamat, para cendekiawan di berbagai negara yang sedang membangun konon merasa jauh di arena nasional dan risih dengan meningkatnya kemiskinan yang terjadi di tanah airnya sementara kehidupan yang lebih glamour bertebaran di berbagai penjuru. Akibatnya perjuangan untuk terus meningkatkan kualitas di berbagai sektor di lingkungannya, dihadapkan pada posisi dirinya yang tak dapat berbuat banyak.

Sebagai bagian dari sejarah perjuangan rakyat Indonesia, kaum intelektual tidak dapat dipisahkan dari rakyat Indonesia. Kaum intelektual dan para cendekiawan kita merasa bertanggungjawab untuk meningkatkan kualitas rakyat untuk dapat hidup mandiri dan bersama-sama membangun bangsa menuju cita-cita mencapai Indonesia emas yang bercahaya.

Indonesia modern yang demokratis sebenarnya merupakan hasil keringat kaum intelektual. Karena keadaan mereka yang merupakan pelopor, akhirnya mereka menjadi politisi. Seperti Bung Karno yang sejak muda sangat mudah untuk mengeluarkan pikiran-pikiran yang sangat menakjubkan. Selain Mohamad Hatta, Sutan Syahrir dan Agus Salim. Para politisi pada masa perjuangan kemerdekaan juga merupakan intelektual sekaligus tapi tentu beda dengan politisi sekarang. (Disarikan dari berbagai sumber referensi)

 

ShareTweetSendShareScan
media sinar pagi group

media sinar pagi group

Related Posts

Rp.3,6 M lebih Dana Desa Thn 2023 sd 2025 Diterima Desa Casem Baru Kecamatan Ciasem Kabupaten Subang, Masyarakat Duga Dikorupsi

Rp.2,2 M lebih Dana Desa Thn 2023 sd 2025 Diterima Desa Sangkup Kecamatan Japara Kabupaten Kuningan, Diduga Dikorupsi Kades

Juli 17, 2025
NPCI Banyumas Kirimkan 3 Atletnya Ikuti PPJAP

NPCI Banyumas Kirimkan 3 Atletnya Ikuti PPJAP

Juni 19, 2025
Wakil Bupati Solok Hadiri Lomba Kelompok Tani Senagari Sumani

Wakil Bupati Solok Hadiri Lomba Kelompok Tani Senagari Sumani

Juni 19, 2025
Polres Purbalingga Ungkap Kasus Pencurian di SPBU Karangduren Bobotsari

Polres Purbalingga Ungkap Kasus Pencurian di SPBU Karangduren Bobotsari

Juni 19, 2025

CATEGORIES

  • Nasional
  • News
  • Olahraga
  • Pendidikan
  • Peristiwa
  • Uncategorized
mediasinarpagigroup.com

  • Pedoman Media Siber
  • REDAKSI

Copyright © 2021 MEDIASINARPAGIGROUP.COM. All Rights Reserved.

Welcome Back!

Login to your account below

Forgotten Password?

Retrieve your password

Please enter your username or email address to reset your password.

Log In
No Result
View All Result
  • Nasional
  • Olahraga
  • Peristiwa
  • Pendidikan
  • Daerah
  • Investigasi
  • Luar Negeri
  • News

Copyright © 2021 MEDIASINARPAGIGROUP.COM. All Rights Reserved.