Kabupaten Tangerang | mediasinarpagigroup.com – Ilham Kadiv Hukum & Konstitusi (KPORI) mengatakan kebijakan pembatasan kuota dalam proses Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB/PPDB) di Provinsi Banten telah menimbulkan keresahan luas. Kini muncul fakta mengejutkan: banyak pihak sekolah justru mematuhi SK Gubernur Banten yang secara hukum tidak sah, dan mengabaikan prinsip moral, konstitusi, serta hak dasar atas pendidikan.
“SK Gubernur tentang pembatasan kuota SPMB tidak memiliki kekuatan hukum mengikat,” tegas pengamat hukum dan kebijakan publik. Dalam hierarki peraturan perundang-undangan berdasarkan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Surat Keputusan (SK) Gubernur tidak termasuk dalam jenis dan hirarki norma hukum yang mengikat umum. Oleh karena itu, pihak sekolah tidak memiliki kewajiban untuk tunduk pada SK tersebut, terutama jika isinya bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi.
Dasar Hukum:
- Pasal 31 UUD 1945: Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan.
- UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM Pasal 12 dan Pasal 60: Setiap anak berhak memperoleh pendidikan dan pengajaran.
- UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional: Pendidikan adalah hak setiap warga negara dan merupakan tanggung jawab negara.
- UU No. 12 Tahun 2011: SK Gubernur tidak masuk dalam hierarki perundang-undangan yang mengikat umum.
Kajian Hukum dan Akademik: Kepatuhan terhadap suatu norma hukum hanya sah jika norma tersebut memiliki legitimasi formal dan material. Dalam hal ini, SK Gubernur yang bertentangan dengan UUD 1945 dan UU Sistem Pendidikan Nasional harus dianggap tidak sah secara hukum. Dalam doktrin hukum tata negara, setiap kebijakan administratif tidak boleh bertentangan dengan norma hukum yang lebih tinggi.
Kajian Filosofis: Pendidikan adalah jalan menuju kebebasan dan kemerdekaan berpikir. Negara tidak boleh, dengan dalih administratif, menghalangi akses anak terhadap pendidikan. SK yang membatasi kuota dengan alasan teknis adalah bentuk perampasan hak kemanusiaan yang melawan nilai-nilai dasar keadilan, kesetaraan, dan kemanusiaan.
Kajian Moral dan Etika Pendidikan: Pihak sekolah yang tunduk pada kebijakan yang bertentangan dengan hukum dan konstitusi menunjukkan krisis moralitas dalam lembaga pendidikan. Mereka telah gagal menjadi penjaga nilai-nilai luhur pendidikan. Seharusnya, sekolah berdiri di atas moral konstitusional, melindungi hak peserta didik, bukan justru menjadi alat pembenar kebijakan pemerintah daerah yang menyesatkan.
Kesimpulan: Kami menyerukan kepada seluruh kepala sekolah, guru, dan penyelenggara pendidikan di Banten untuk:
- Menolak dan mengabaikan SK Gubernur yang bertentangan dengan hukum.
- Menjunjung tinggi UUD 1945 dan peraturan nasional sebagai satu-satunya sumber legitimasi.
- Mengembalikan pendidikan kepada jalur keadilan, kesetaraan, dan moralitas.
#PendidikanUntukRakyat #HapusSKDiskriminatif #SekolahHarusBeraniTolakKebijakanTidak Sah.(Hotman Saragih)