Pasaman Barat | mediasinarpagigroup.com – Sidang acara Pidana yang di gelar di Pengadilan Negeri Pasaman Barat atas laporan tindak pidana yang dilaporkan PT Permata Hijau Pasaman adalah kejahatan kerah putih.
Kriminalisasi yang dilakukan korporasi terhadap anak kandung negara masih tumbuh subur hampir diseluruh seantero negeri ini, gepolitik yang potretnya sama disetiap daerah.
Hal ini disampaikan oleh salah satu tim kajian dan advokasi Majelis Pertanahan Pusat Republik Indonesia yang enggan disebutkan namanya.
” Benar, sidang acara pidana yang digelar di PN Pasaman Barat atas perkara pidana yang dilaporkan PT Permata Hijau Pasaman ini adalah produk gagal atas standar operasional penyelidikan/penyidikan.
Atas permasalahan ini seharusnya penyelidik/penyidik dan PPNS K/L/I tidak reaksioner dalam menerima laporan tindak pidana, jelas kita ketahui dari beberapa warga nagari kapa bahwa pihak perusahaan lah yang melakukan tindak kekerasan terhadap warga.
Tetapi hukum terbalik lah yang disajikan terhadap warga nagari kapa, Kecamatan Luhak Nan Duo Kabupaten Pasaman Barat, ini sama saja mempertontonkan kebobrokan birokrasi penyelenggara pemerintahan.
Warga Nagari Kapa sebagai subjek hukum jelas memiliki kedaulatan atas tanah ulayat yang dikelola. Jika ada dua legalitas yang berbeda di objek yang sama, ini dapat diselesaikan di Pengadilan Tata Usaha Negara atau dapat diselesaikan melalui panitia ajudikasi dengan metode penyelesaian non litigasi.
Tetapi akibat kompleks nya birokrasi pemerintahan dan oknum penyelenggara pemerintah, warga Nagari Kapa harus meratapi kesedihan dan ketakutan mereka atas ancaman vonis penjara.
Peristiwa ini juga akan menjadi deteksi dini ancaman pertahanan dan keamanan rakyat semesta didalam dan luar negeri, Majelis Pertanahan Pusat Republik Indonesia akan berperan aktif menjadi hakim dalam persoalan-persoalan dan konflik tenurial di Negara tercinta Indonesia raya”.
Terpisah, begitu juga disampaikan salah seorang terdakwa yang dikriminalisasi; ” Kami tidak mengerti harus bagaimana lagi untuk lepas dari perkara ini, anak-anak kami yang dipukul, disiksa dan kami jugalah yang harus menjadi para terdakwa.
Kami berharap, dengan berjuang bersama Majelis Pertanahan Pusat Republik Indonesia sebagai lembaga kuasi rakyat atau lembaga penguasa perang tertinggi konflik-konflik agraria di setiap daerah harus diselesaikan dalam tempo yang sesingkat-singkatnya, bukan dengan kriminalisasi seperti yang kami alami”.(Jaudin Hutajulu)




