Kabupaten Solok | mediasinarpagigroup.com – Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) Kabupaten Solok, yang dulunya menjadi sandaran ekonomi bagi para pegawai negeri, kini berada di ujung kehancuran. Dugaan penyalahgunaan wewenang oleh para pengurus yang justru terdiri dari sejumlah pejabat eselon saat masih aktif di pemerintahan, membuat kondisi koperasi semakin memburuk, (31/8/2025)
Alih-alih menyelesaikan tumpukan utang piutang yang selama ini membelit koperasi, para pengurus tersebut justru ditengarai menjadi bagian dari permasalahan, bahkan memperparah krisis keuangan yang menjerat KPRI hingga kini.
Aset Dijual, Dana Tak Jelas
Dalam Rapat Anggota Tahunan (RAT) tahun 2018, diputuskan bahwa salah satu langkah penyelamatan koperasi adalah menjual aset berupa sebidang tanah kepada seorang pengembang perumahan di Arosuka (Hansela). Namun setelah penjualan dilakukan, laporan keuangan menunjukkan adanya kekurangan pembayaran yang belum jelas penyelesaiannya.
Dari dokumen rekapitulasi tunggakan yang beredar di kalangan internal, nama Ketua KPRI saat itu, Edisar, disebut masih menunggak setoran hasil penjualan aset sebesar Rp240 juta yang hingga kini belum masuk ke kas koperasi.
Tak hanya itu, daftar nama penunggak mulai terkuak. Salah satu nama yang mencuat adalah Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Solok, Muhamad Djoni, S.STP, M.Si, dengan nilai tunggakan mencapai lebih dari Rp200 juta.
Kesaksian Mantan Pengurus: Penjualan Aset Sudah Disepakati
Seorang mantan pengurus KPRI, berinisial D, membenarkan bahwa penjualan tanah merupakan langkah yang disepakati bersama untuk menyelesaikan beban hutang yang makin rumit.
> “Saya ikut menandatangani keputusan itu, tujuannya untuk menyelamatkan koperasi. Tapi setelah tanah dijual, pengurus saat itu tidak mengelola hasilnya dengan transparan. Sisa pembayaran bahkan masih tercatat atas nama pribadi ketua koperasi,” ungkap D kepada wartawan.
Lebih lanjut, D menegaskan bahwa seharusnya kepengurusan terakhir menunjukkan sikap tanggung jawab, bukan saling lempar masalah.
> “Sudah waktunya pengurus terakhir ini bicara solusi, bukan saling tuding. Pak Syaiful, ST.MT sebagai sekretaris juga harus menjelaskan kepada anggota, bukan menghindar,” tambahnya.
Anggota Resah: Uang Simpanan Tak Jelas
Keluhan juga datang dari anggota aktif koperasi, inisial F, yang telah tergabung lebih dari 10 tahun.
“Saya kecewa berat. Puluhan juta simpanan saya di koperasi tak jelas nasibnya. Bagaimana bisa para pejabat yang sudah pensiun itu tega mempermainkan uang kami?” ujarnya dengan nada kecewa.
Desakan Penegakan Hukum
Kasus ini menjadi gambaran nyata bahwa hancurnya KPRI Kabupaten Solok tidak semata karena kredit macet dari anggota, tetapi juga akibat lemahnya tata kelola, minimnya transparansi, dan dugaan kuat adanya penggelapan dana oleh pengurus sendiri.
Masyarakat dan para anggota mendesak agar Bupati Solok Jon Firman Pandu, SH, Wakil Bupati H. Chandra, M.Si, serta aparat penegak hukum mulai dari Polres Solok, Kejaksaan Negeri Solok, hingga DPRD segera turun tangan.
Masalah ini harus diselesaikan secara tuntas, transparan, dan akuntabel, agar kepercayaan terhadap koperasi sebagai lembaga ekonomi kerakyatan dapat dipulihkan dan tidak menjadi preseden buruk bagi koperasi-koperasi lainnya di tanah air.(Defrizal)