Banten | mediasinarpagigroup.com – Ilham Ketua Divisi Hukum dan Advokasi KPORI ketika diwawancara awak media Sinar Pagi tentang pungutan liar dalam dunia pendidikan dasar dan menengah, beliau menjelaskan tentang kajian hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) 1. KAJIAN HUKUM
- Konstitusi Negara Republik Indonesia UUD 1945 Asli : – Pasal 31 ayat (1): “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran.”, – Pasal 31 ayat (2): “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pengajaran nasional…”
Implikasi: Negara wajib menjamin pendidikan dasar dan menengah tanpa hambatan finansial yang tidak sah. Segala bentuk pungutan liar adalah pelanggaran terhadap hak konstitusional rakyat.
- Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) : – Pasal 11 ayat (1): Pemerintah dan pemerintah daerah wajib memberikan layanan dan kemudahan, serta menjamin terselenggaranya pendidikan yang bermutu bagi setiap warga negara., – Pasal 34 ayat (1): Pemerintah dan pemerintah daerah menjamin terselenggaranya wajib belajar minimal pada jenjang pendidikan dasar tanpa memungut biaya.
Implikasi hukum: Segala bentuk pembebanan biaya tidak resmi di SMP, SMA, dan SMK, yang merupakan pendidikan menengah wajib, adalah pelanggaran terhadap prinsip pembebasan biaya.
- Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah : – Komite Sekolah dilarang melakukan pungutan, dan hanya diperbolehkan melakukan “penggalangan dana berbentuk bantuan sukarela, bukan pungutan atau sumbangan wajib”.
Implikasi: Wisuda, studi tour, dan kegiatan serupa yang dikelola komite sekolah dan dibebankan kepada orang tua secara paksa adalah melanggar Permendikbud tersebut.
- Pasal 12 dan Pasal 368 KUHP : – Pemaksaan pembayaran oleh pejabat/kepala sekolah tanpa dasar hukum yang sah termasuk dalam delik pemerasan.
- KAJIAN AKADEMIK
Pendidikan adalah pilar utama pembangunan manusia dan peradaban bangsa. Menurut teori Human Capital (Becker, 1964), beban ekonomi yang tidak adil dalam pendidikan memperdalam ketimpangan sosial.
Studi UNICEF dan UNESCO menunjukkan bahwa pungutan liar pada pendidikan dasar-menengah di negara berkembang berkontribusi terhadap:
– Putus sekolah dini
– Diskriminasi ekonomi
– Ketidakpercayaan publik terhadap sistem pendidikan
Akademisi pendidikan menilai bahwa penyalahgunaan wewenang sekolah dalam memungut biaya menciptakan “komersialisasi pendidikan” dan memperlemah fungsi sosial sekolah sebagai agen keadilan.
III. KAJIAN FILOSOFIS : – Falsafah Keadilan Sosial (Pancasila sila ke-5): pungutan liar di sekolah mencederai keadilan sosial karena menambah beban keluarga miskin untuk akses pendidikan., – Falsafah Pendidikan Ki Hajar Dewantara: “Anak-anak hidup dan tumbuh sesuai kodratnya…”. Pendidikan seharusnya membebaskan, bukan memaksa., – Pendidikan bukan hanya proses transfer ilmu, tapi upaya memanusiakan manusia. Bila ruang pendidikan dikotori pungutan-pungutan yang dipaksakan, maka itu adalah bentuk kekerasan struktural terhadap hak asasi anak.
KESIMPULAN : – Pungutan liar dalam dunia pendidikan adalah bentuk pelanggaran terhadap hukum nasional, prinsip keadilan sosial, dan filosofi pendidikan Indonesia., – Pemerintah, khususnya Menteri Pendidikan, wajib bertindak aktif untuk menghentikan praktik tersebut, menjatuhkan sanksi, dan mengembalikan marwah pendidikan sebagai hak, bukan komoditas, hal tersebut ditegaskan Disusun ILHAM selaku Divisi Kajian Hukum & Advokasi KUMPULAN PENGHIMPUN ORGAN RAKYAT INDONESIA (Hotman Saragih)