Banyumas | mediasinarpagigroup.com – Menurut ahli psikhologi, kualitas kepribadian seseorang/individu dapat ditilik dari perilaku dan etika dalam berbicara, janji-janji yang diucapkan serta moralitas perbuatan baik/buruknya dalam pergaulan di tengah masyarakat.
Ketiga perilaku atau karakter seseorang yang dapat dinilai oleh masyarakat dan lingkungan sekitar kita, barangkali dapat dijadikan tolak ukur untuk memilih para calon-calon pemimpin, yang diharapkan dapat memperjuangkan aspirasi dan nasib masyarakat terutama wong-wong cilik/rakyat jelata.
Minimal dalam satu periode atau lima tahun ke depan bila terpilih, tidak ada rakyat yang hidup serba kekurangan, tidak ada anak usia belasan tahun yang tidak sekolah, usia dewasa yang tidak bekerja/menganggur dan warga masyarakat yang sakit tapi tidak mampu membeli obat karena harganya tidak terjangkau.
Dalam sebuah perbincangan yang santai salah seorang peneliti masalah sosial kemasyarakatan berinitial HM yang tinggal dikota Satria-Purwokerto (Jawa Tengah) mengungkapkan pendapatnya sekilas tentang Etika, Janji dan Moralitas.
Etika adalah bagian dari filsafat, tepatnya bagian dari eksiologi”, katanya. Menurutnya, etika diklasifikasi sebagai etika teoritis, yaitu kajian/refleksi moral dan etika praktis/terapan yang dapat dipilah sebagai etika individu, etika sosial, karena sifat manusia adalah homo-homini-socius dan setiap profesi memiliki etika sendiri-sendiri.
Pada dasarnya, selain kodrat manusia adalah makhluk rasional yang cenderung bermoral. Teori virbue ethics mengatakan bahwa setiap manusia harus hidup secara luhur, baik sebagai makhluk individu, sosial maupun dalam kaitan profesi.
Bagi bangsa Indonesia, menurut HM pemerhati masalah sosial, lingkungan dan kemasyarakatan ini, kita memiliki etika berdasar moral Pancasila yang di dalamnya terdapat pemikiran-pemikiran filosofi untuk hidup menjadi baik dan lebih berarti.
Dijelaskan, Indonesia merupakan negara interselulair dengan jumlah kepulauan, suku bangsa, dan bahasa terbanyak di dunia, dengan adat istiadat yang berbeda serta 5 macam agama dan aliran kepercayaan yang berbeda-beda tapi dapat hidup rukun dan damai.
Sampai sekarang Pancasila merupakan adat istiadat bangsa, terkait begitu banyak kejadian dekadensi moral adalah karena mereka tidak lagi melandasi pembuatannya dengan Pancasila”, katanya.
Ditambahkan, seandainya sebelum melakukan suatu perbuatan, terlebih dahulu seseorang mengucapkan demi Alloh sesuai dengan keyakinannya sebagaimana yang sering dilakukan dalam acara formal/resmi “sumpah jabatan” bagi pejabat yang dilantik, seharusnya tidak akan mungkin melakukan perbuatan-perbuatan buruk yang melanggar aturan dan norma-norma agama, karena tanggung jawab kepada Alloh, Tuhan Yang Maha Esa.
Lebih jauh ditegaskan HM, masyarakat menilai moral bangsa Indonesia saat ini tengah mengalami dekadensi/kemerosotan di segala bidang. Kasus korupsi, suap menyuap, tindak kriminal pembunuhan sadis, tawuran maupun perbuatan anarkhis dan terorisme yang sering terjadi dan kita dengar.
Untuk mengatasi dekadensi moral, orang bijak mengatakan mulailah dari diri sendiri kemudian berlanjut kelompok/komunitas yang berdiskusi dimulai dari aspek etika moral.
Dijelaskan, etika adalah konsep perilaku yang membedakan sesuatu hal itu baik/buruk, salah/benar pantas dan tidak pantas dilakukan, tidak menepati janji adalah pernyataan/ucapan yang tidak terpuji. Apalagi diucapkan oleh tokoh masyarakat, orang terpandang/berpengaruh. Janji seorang pria yang tidak bisa ditepati tentu sangat mengecewakan wanita pujaan hatinya, bahkan mungkin bisa dianggap menyakiti hati dan perasaannya.
Apalagi janji-janji yang tidak bisa ditepati oleh calon-calon pemimpin. “Kalau dahulu banyak pemimpin yang tidak mengumbar janji-janji manis”, ujar HM. Ditegaskan, para calon pemimpin yang kehidupan kesehariannya diketahui masyarakat luas, bila kemudian terpilih dan menjadi pemimpin kemudian berpidato muluk-muluk dengan janji yang mencengangkan itu juga merupakan contoh etika yang buruk. Ingat janji adalah hutang.
Menurut HM, mayoritas kita belum mampu menahan arus globalisasi sehingga banyak yang terjebak dalam perbuatan-perbuatan amoral. Pemikiran filosofis adat istiadat yang lazim dilakukan bisa saja berubah, sedangkan moral yang tidak pernah berubah adalah Firman Allah dan keyakinan yang dianut. Ditambahkan bahwa sikap moral harus terjaga dan merupakan hal yang berhubungan dengan kualitas hidup.
Dalam budaya Jawa moral dikenal sebagai nandhing sariro, ngukur sariro, tepo sariro, mawas diri dan mulat sariro. Inti dari nandihing sariro selalu membandingkan dirinya lebih unggul dari orang lain. Ngukur sariro yaitu memotivasi untuk menggali potensi dirinnya setelah melihat kelebihan orang lain.
Sedangkan tempo sariro yaitu perasaan toleransi dan penderitaan orang lain. Mawas diri intinya introjeksi untuk selalu bersikap hati hati. Mulat sariro berupa penemuan jati diri untuk menggenal dirinya. Dalam buku Sasongko jati yang ditulis oleh R. Soenanrto dapat ditemukan melalui proses rila narimo, sabar, temen dan budi luhur yaitu dapat mengasihi sesama makhluk hidup, tidak ingin mencelakai apalagi membunuh.
Diujung perbincangan wartawan Koran Sinar Pagi, HM mengungkapkan, jika seseorang membenarkan Sila Ke-Tuhanan Yang Maha Esa dan Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, tidaklah mungkin no tolerasi beragama. Beragama adalah hak azazi manusia yang tidak boleh dirubah dengan pemaksaan. “kalau seseorang menyetujui Sila Kebangsaan, maka pastilah menghormati pluralistis sebagai anugrah Tuhan yaitu kebersamaan dalam kemajemukan”, katanya. “Demikian pula perbuatan-perbuatan anarkhis pastilah tidak sesuai dengan Sila keempat. Dan didalam keinginan untuk membangun negara tentulah dilandasi oleh sila keadilan dan mestinya dengan Sila-sila yang lain”.
Selanjutnya kalau kita ingat “Sepi ing pamrih, rame ing gawe, memayu hayuning bawono, tata-titi tentrem karta raharja”, terkait dengan etika idealnya kita jangan hanya memikirkan diri sendiri, tetapi aktif untuk melakukan kegiatan-kegiatan positif dan perbuatan-perbuatan yang baik agar bangsa dan negara yang telah mencapai usia 79 tahun ini, kita semakin maju, baik, tertib, damai, sejahtera, tentram dan aman, semoga.